Suriyaaceh Info Anak Meulaboh
DMCA.com for Blogger blogs

Karya ini dilisensikan di bawah CC BY-NC-ND 4.0

DMCA compliant image

Featured post

Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam (Bagian-1)

Ilustrasi doc. © Suriyaaceh Info Anak Meulaboh : Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam (Bagian-1) S uriyaaceh I nfo A nak M eulaboh → ...

Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam (Bagian-1)

Property Web Pribadi © www.suriyaaceh.eu.org Ilustrasi doc. © Suriyaaceh Info Anak Meulaboh: Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam (Bagian-1)

Suriyaaceh Info Anak Meulaboh Sejarah Nanggroe Atjeh Darussalam (Bagian-1)-» Artikel bersambung di sini dari bagian buku 'Gerilya Salib di Serambi Mekkah' (Rizki Ridyasmara, 2006) dan telah dimuat di eramuslim pada bulan Februari 2016 dan dimuat ulang di www.suriyaaceh.eu.org Info-Anak-Meulaboh Febuari 2022 dan sekarang telah relevan dengan isu Aceh terkait wacana referendum yang dikonfirmasikan Muzakir Manaf atau Mualim, tokoh sentral NAD.

Hal ini menimbulkan pro dan kontra, Sebelum kita menilai hal itu akan jauh lebih baik daripada yang kita ketahui dan bahas sebelumnya NAD yang benar, agar bangsa ini tidak melupakan sejarahnya sendiri, agar bisa lebih arif, agar tidak lagi tertipu dengan pencitraan, dan agar dapat mengingat jika negeri besar ini sekarang diambang kehancuran akibat keserakahan, sifat korup, dan pembayaran istilah Julien Benda Pengkhianatan Kaum Intelektualnya. Silakan simak:

***

Aceh adalah Negeri Islam. Adat Istiadat Masyarakatnya tidak bisa lepas dari Syariat Allah SWT. Kitab suci Al Qur'an merupakan hukum tertinggi di seluruh wilayah Nangroe Aceh Darussalam yang diterjemahkan dalam Qanun Meukuta Alam, Konstitusi Kerajaan Aceh Darussalam. Belasan abad sebelum perampok Eropa seperti Vasco da Gama, Christopher Colombus, dan Ferdinand Magellhaens lahir, cahaya Islam telah menyinari setiap jumput tanah Aceh dengan kemilaunya.

Dari wilayah di ujung utara pulau Sumatera inilah Islam merambah ke seluruh Nusantara sampai ke kepulauan di Zamrud Khatulistiwa ini sekarang dikenal sebagai Negara Muslim terbesar di Dunia. Sebab itu, Aceh Darussalam juga disebut sebagai Serambi Mekkah ( Seuramoë Makah ).

Peter Bellwood [1] , Pembaca Arkeologi di Universitas Nasional Australia , yang telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polinesia dan Asia Tenggara, menemukan bukti-bukti yang menunjukkan sebelum abad ke masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum pernah melihat, seperti mencari di bursa penjualan utama Telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina.

Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di Sumatera Selatan dan di Jawa Timur membuktikan hal ini. Dalam catatan meminjam [2] Bellwood menulis,“Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina, beberapa yang dipertanyakan mungkin dipertanyakan akhir masa Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), sesuai dengan koleksi pribadi di London.

Benda-benda ini diterjemahkan dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah ... "Bellwood dengan ini dipertanyakan sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi telah memperoleh persetujuan tentang perdagangan dengan para pedagang dari Cina.

Menurut Bellwood, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang mempertemukan kerajaan adalah dengan pemerintahan dan memiliki wilayah yang luas. Penyebab Kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di Sumatera Selatan baru didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi, "kerajaan-kerajaan kecil" yang tersebar di beberapa pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.

Di Jawa, masa sebelum masehi juga tidak ada catatan tertulis. Pangeran Aji Saka sendiri baru “Diperoleh” memulai sistem yang sesuai huruf Jawi kuno yang sesuai dengan tipologi huruf Hindustan pada masa antara 0 hingga 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah didirikan Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya. Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya.

Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara terutama Sumatera dan Jawa dengan Cina juga direkomendasikan oleh sejarahwan GR Tibbetts. Hubungan antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts Menemukan bukti-bukti keberadaan kontak antara Negeri Arab dengan Nusantara saat itu. “Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad pertengahan Masehi. [3]

700 M atau sekitar tahun 625 M hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan untuk bangsa Arab di sebuah pantai pantai Sumatra telah ditemukan sebuah perkampungan Muslim Arab yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Budha Sriwijaya

Disebutkan pula bahwa di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid).[4]

Temuan ini diperkuat oleh Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.[5]

Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Di zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Aceh.

Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.

Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi!.[6]

(Bersambung)

————————

[1] Peter Bellwood, Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia, Gramedia, 2000. Judul asli “Prehistoriy of the Indo-Malaysian Archipelago”, Academic Press, Sidney, 1985. Buku ini merupakan salah satu hasil riset Bellwood yang menjadi pegangan peneliti dunia tentang catatan arkelogis Polynesia dan Asia Tenggara.
[2] Ibid, hal.455.
[3] G.R. Tibbetts, Pre Islamic Arabia and South East Asia, JMBRAS, 19 pt.3, 1956, hal.207. Penulis Malaysia, Dr. Ismail Hamid dalam “Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam” terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta, cet.1, 1989, hal.11 juga mengutip Tibbetts.
[4] Kitab Chiu Thang Shu, tanpa tahun.
[5] Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet.III; Jakarta; 1996; Hal.4-5.
[6] Harian Kompas: Akhir Perjalanan Sejarah Barus (1 April 2005)

Menafsir Makna Ditata dalam Tayub

Property Web Pribadi © www.suriyaaceh.eu.org Ilustrasi doc. © Suriyaaceh Info Anak Meulaboh: Menafsir Makna Ditata dalam Tayub

Suriyaaceh Info Anak Meulaboh Menafsir Makna Ditata dalam Tayub Tayuban sebagai sebuah tradisi masyarakat Jawa Timur, Jawa Tengah, maupun Daerah Istimewa Yogyakarta sebenarnya hanyalah sebentuk tarian. Seperti halnya cokek, yang dikenal dalam kebudayaan masyarakat Betawi. Dalam asumsi antropologi budaya, kebudayaan banyak dilahirkan dari suatu peristiwa sejarah yang menyakitkan.

Perasaan tertekan sebagai akibat kehidupan di era feodal dan kolonial ditransformasikan ke dalam bentuk seni pertunjukan. Meski dari awal tayub adalah seni gambyong istana, pada perkembangannya harus keluar dan terdegradasi menjadi seni rakyat, yang makin hari dipandang dari sisi mesumnya, berkualitas rendah, dan bertendensi prostitusi. Prof Dr Suripan Sadi Hutomo (alm), pakar filologi dan folklor humanis, pernah melukiskan bahwa pada tingkatan seni rakyat yang lebih rendah lagi, tayuban mengalami perubahan.

Kesenian ini dinamakan janggrungan, di mana waranggono (ronggeng, tandak, kledek, taledek, ledek) ngibing di antara para blandhong (penebang kayu) di pinggir hutan demi nafkah. Cliffort Geertz menyebutnya sebagai penari jalanan-di Yogyakarta dikenal dengan mbarang-yang seringkali juga ngamen dari rumah ke rumah atau pada suatu keramaian. Padahal, dengan menelusuri tayub dari kajian etimologi akan ditemukan kondisi yang bertolak belakang. Soegio Pranoto-sesepuh tayub asal Nganjuk-meng-kiratabasa-kan tayub sebagai ditata ben guyub (diatur agar tercipta kerukunan), sebuah filosofi yang ditanamkan pada tayub sebagai kesenian untuk pergaulan.

Nilai dasarnya adalah kesamaan kepentingan untuk mengapresiasikan kemampuan, jiwa, dan bakat seni, baik kemampuan sebagai penabuh gamelan (pengrawit) ataupun penarinya. Kesamaan ini akan melahirkan keselaras-serasian tayub sebagai suatu bentuk tarian; hentakan kaki yang sesuai dengan bunyi kendang, lambaian tangan seirama gambang, atau lenggok kepala pada tiap pukulan gongnya. Meski pada perkembangannya, "pergaulan" dimaknai-secara luas-sebagai bentuk silaturahmi.

Di daerah Malang, Pasuruan, Madiun dan Kediri, misalnya, wujud dari silaturahmi ini berupa ikatan bowo-an-di Kediri dikenal dengan mbecek-di mana setiap orang memiliki tanggung jawab untuk saling memberi dan mengembalikan bantuan. Tradisi ini terkait erat dengan peristiwa hajatan, baik pernikahan, khitanan, ataupun kematian.Dan, menjadikan tayub di daerah ini identik sebagai pertunjukan resmi dalam hajatan. "Orang yang nanggap tayub itu orang yang blater (pergaulannya luas)," tutur Samad Heriyanto, seniman tayub asal Malang. Semakin luas ikatan bowo-an yang dimiliki seseorang bisa dipastikan semakin ramai pelaksanaan hajatannya.

Paradoks atas kondisi tayub saat ini tidak lepas dari lemahnya kemampuan masyarakat memahami kebudayaan sebagai dasar dalam proses kehidupan. Kelompok seniman bisa saja mengukuhkan dirinya sebagai komunitas yang otonom dan mandiri.

Komunitas Religi

Dalam Theater in Southeast Asia, JR Brandon menuturkan pernyataan bahwa Islam tidak membenarkan adanya figur dalam keseniannya. Pemikiran ini ditetapkan juga dalam seni pertunjukan. Akibatnya, daerah-daerah yang mempunyai identitas Islam yang kuat biasanya tidak memiliki seni pertunjukan yang profesional. Secara implisit hal ini berarti bahwa daerah-daerah tersebut tidak membantu tumbuhnya seni pertunjukan tradisional tertentu, yang ditolak oleh ajaran religi yang dianutnya. Kebenaran atas pernyataan Brandon ini sekiranya perlu untuk dibuktikan.

Sebab, masih ada ronggeng dan dombret yang tumbuh di dalam kebudayaan dengan identitas Islam yang kuat; masyarakat Betawi, yang secara geografis dekat juga dengan masyarakat Sunda. Tentunya, hal ini tidak terkait dengan faktor kepemilikan atas kesenian tersebut, yang kebanyakan dipegang oleh orang Islam yang tidak taat pada prinsip-prinsip Islam (abangan).

Namun, konteks dari pernyataan Brandon ini dapat ditemui dalam kesenian tayub. Di mana tayub memang tumbuh berkembang pada daerah yang tidak memiliki identitas Islam yang kuat. Di Jawa Timur, perkembangannya pesat pada wilayah Tuban, Bojonegoro, sisi selatan dari Lamongan, Surabaya, pinggiran Kabupaten Pasuruan sampai Malang, Nganjuk, Tulungagung, dan Madiun.

Sikap menolak ini seringkali juga diwujudkan dengan bentuk menjauhi pelaku dan seniman yang terlibat di dalamnya. Sebagai Ketua RW, Soeripto lebih bisa merasakan sikap warganya tersebut. Pada suatu kesempatan, Soeripto bersiap keliling RT untuk menarik sumbangan dengan map ditenteng di tangan. Alasan dosa merupakan dogma dan titik mati atas suatu aksi atau gerak. Hal ini didasarkan pemahaman akan teks dan konteks ajaran agama. Akibatnya, seperti tidak ada kebenaran dan kemaslahatan pada setiap gerak yang mengandung dosa. Bahkan, yang ada hanyalah mudaratnya. Dalam tayub, gerak dan aksi itu, menurut Soegio Pranoto, adalah suwelan dan meminum minuman yang memabukkan.

Padahal, hakikat suwelan adalah pemberian uang kepada waranggana oleh seseorang setelah ngibing. Ini dilakukan sebagai ucapan terima kasih atas kesempatan untuk ngibing bersamanya. Nilai dan jumlah suwelan tidak ditentukan, tergantung kemampuan. Namun, cara pemberiannya yang unik; suwelan biasanya diselipkan pada belahan payudara waranggana. Bisa pada bagian luar atau juga ada yang diselipkan lebih dalam lagi pada sisi-sisi payudara. Tentunya, pemberi suwelan berharap tidak sekadar memberi sebagai bentuk afinitas afektifnya.

Adanya penolakan atas proses pemberian suwelan ini sedikit demi sedikit membawa perubahan. Suwelan kini telah diatur cara pemberiannya melalui seorang pramugari-orang yang mengatur jalannya tayub-atau bisa diselipkan di balik sampur waranggana, tepatnya di atas bahu. Bahkan, di Malang, sejak tahun 1976, oleh Samad Heriyanto diusulkan untuk pemakaian baju bagi para waranggana saat ngibing.

Sementara minuman keras dalam tayub, menurut Soegio Pranoto, pada awalnya difungsikan sebagai penghormatan kepada tuan rumah, pemuka desa, dan para undangan. Bila minuman yang ditawarkan oleh waranggana kepada tuan rumah diminum, itu tandanya pengunjung pertunjukan tayub juga boleh meminum minumannya.

Fungsi lainnya, dengan minuman ini diharapkan bisa membantu sugesti dan kepercayaan diri seseorang untuk ngibing. Namun, pada era 1970-an, menurut Samad Heriyanto, tayub mulai dijajah oleh minuman keras. Minuman sekarang bukan lagi berada di dalam lingkaran area tayub dan sudah beraneka macam merek yang disediakan.

"Inilah kesalahan agamawan di Indonesia," kata KH Ahmad Musta’in Syafi’i, MAg, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, menegaskan. Dengan hanya berbasis pada fikih, mereka cukup memandang gerak dan aksi untuk menghukumi. Dan, hukumannya hanya ada halal dan haram.

Pada kelompok tertentu bisa sampai menghilangkannya. Musta’in-dosen pada Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (Ikaha)- menyayangkan dianutnya fungsi hakim ini daripada peran sebagai pendidik. Konteks kesenian, terutama seni pedesaan, memiliki hakikat sebagai ekspresi dan semangat untuk dekat dengan kepercayaannya.

Bentuknya bisa dengan tari, ritual seperti bersih desa atau keyakinan pada danyang (penunggu). Seharusnya, pendekatan awal yang digunakan ada pada sisi akidah (teologi); biarkan seni tayub berkembang, ambil positifnya lalu masuki dan arahkan.

Aparatur Lokal

Tahun 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan gerakan yang membuat situasi nasional berubah. Kesenian tradisional pun mengalami masa kritis. Manifestasi Lekra -Lembaga Kebudayaan Rakyat yang berafiliasi pada PKI- pada kebudayaan menjadikan seniman mati ekspresi. Sebab, ada ketakutan akan menjadi bentuk partisipasi dan sikap politik Lekra.

Pada masa ini, ABRI menggelar Operasi Karya, yang salah satunya dilakukan dengan menaungi kesenian tradisional. Muncullah Ludruk Wijaya Kusuma dan Bhirawa (AD), Ludruk Bumi Hamka (Marinir), dan Ludruk Bhayangkara (Kepolisian).

Bentuk dari penataan ini, terutama pada perizinan, terkait dengan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban umum. Meski besar biaya perizinan bervariasi di tiap daerah dan ditanggung oleh tuan rumah, tetapi esensi dari izin tersebut tidak bisa dirasakan.

Di Malang, biayanya berkisar Rp 500.000 sampai Rp 1 juta. Tetapi, saat pertunjukan, seringkali tidak ada petugas keamanan yang datang menjaga. Apalagi menertibkan pengunjung yang mabuk, berbuat rusuh, atau menggoda waranggana. Padahal, menurut Samad, bila mereka datang, itu merupakan kehormatan bagi tuan rumah. Dikasih makan dan rokok, duduk berjajar di baris depan, ngibing, bahkan pulangnya sering menerima angpao.

Perizinan lainnya, seperti di Nganjuk, Tuban, dan Malang, adalah diterbitkannya advise (nomor induk) bagi waranggana. Tanpa advise ini, seorang waranggana dilarang untuk pentas dan minimal setahun sekali harus memperbarui advise ini. Biayanya mungkin tidak terlalu besar, sekitar Rp 50.000, tetapi cukup menunjukkan adanya peran negara dalam mematikan kehidupan, jiwa, dan bakat seni seseorang.

Ini bisa dilakukan mengingat di Nganjuk dan Tuban menunjukkan aktivitas yang tinggi dalam penyelenggaraan tayub. Nganjuk memiliki agenda Wisuda Waranggana, berpusat di Padepokan Langen Tayub, Desa Ngrajek, Tanjunganom, Nganjuk. Acara ini digelar setiap tahun di bulan besar (Jawa). Setelah penempaan selama 6 bulan dari olah vokal hingga tari, calon waranggana akan diwisuda di lokasi sekitar punden Ki Ageng Gribig.

Di Tuban, menurut Sutardji, Kepala Bagian Kesenian Dinas Pariwisata Tuban, setiap tahunnya terdapat 1.500-3.000 kali pertunjukan tayub. Bahkan, sampai dengan tahun 2004 sudah ada yang booking pementasan, sedangkan tahun 2003 ada 158 izin pementasan. Dinas Pariwisata Tuban, November 2002 lalu, menggelar Citra Resmi Waranggana, acara tahunan untuk meresmikan (mewisuda) waranggana baru.

Bagi Endang Sugiarti, waranggana senior, acara ini semakin memberatkan calon waranggana. Sebab, segala kebutuhan untuk wisuda menjadi tanggungan pribadi, bukan dari Dinas Pariwisata. "Jumlahnya besar, bisa jutaan. Sewa dokar, pakaian, pendaftaran, sampai make-up," tuturnya. Tayub dan senimannya saat ini menjadi obyek negara. Fungsi fasilitator berubah menjadi eksekutor, atas hak hidup profesi seni seseorang. Menafsir kembali makna tayub sebagai ditata ben guyub, adalah menata kembali kepentingan negara terhadap tayub.

Terakhir, penulis ingin menyampaikan satu pesan dari Samad Hariyanto kepada Pemerintah Kota Malang, "Apa, sih, perhatian mereka pada tayub. Sebagai insan tayub, saya belum pernah itu dikumpulkan, diajak ngobrol. Ketemu paling cuma waktu pengurusan izin."

di Tulis Oleh: MAS BUKHI Pemerhati masalah budaya dari Malang



[Sumber: yang diambil Admin Blog Suriyaaceh Info Anak Meulaboh Silahkan Lihat Di News kompas]

Sekilas Untuk Blog Suriyaaceh

Property Pribadi © www.suriyaaceh.eu.org Ilustrasi doc. Pribadi © www.suriyaaceh.eu.org: Sekilas Untuk Blog Suriyaaceh

Suriyaaceh Sekilas Untuk Blog Suriyaaceh Selamat datang semua sahabat pengunjung Blogwalking Mastah dan Newbie yang terhormat di Website/Blog resminya Suriyaaceh, Secara umum Admin Suriyaaceh menciptakan Website/Blong ini bertujuan Sebagai Media Informasi dan Ajang Berbagi Ilmu Pengetahuan, baik bidang Teknologi Informasi Data Gampong/Desa serta mempublikasikan hal-hal yang diangap Unik, Menarik yang layak untuk dikomsumsi pengunjung Mastah dan penguna Internet Newbie dengan bahasa Populernya biasa juga di sebut para MILENIAL Pecinta Dunia Maya, Upsss,,,… bukan Luna Maya ya Sobat blogwalking yang jelasnya, he,,,…he,,,…

Suriyaaceh Berisi Sebagai Tempat Untuk Menyajikan Berbagai Kumpulan Informasi Data Gampong/Desa dan Unit Usaha di Gampong/Desa dan lainnya. Website/Blong Suriyaaceh sendiri Launching dengan Fiture Sebagi “Sarana Media Informasi Data dan Ajang Berbagi Ilmu Pengetahuan Gampong/Desa” demi memajukan Masyarakat Seluruh INDONESIA umumnya ACEH/NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) khusunya untuk wilayah Pantai Barat selatan ACEH-NAGAN RAYA.

Para sahabat Pengunjung/Blogwalking Mastah dan Newbie semuanya yang telah bersedia menyempatkan waktu luang sobat untuk Mampir dan Singah di Website/Blog yang amat sederhana ini. Admin Suriyaaceh menyadari bahwa masih terlalu banyak sekali kekurangn di Website/Blog sederhana ini baik itu Lodingnya Website/Blog, Desain/Tampilan yang kurang enak di pandag atau dengan kata lain ENEK/LUWEH, serta Artikel-artikel atau Isinya yang di sediakan oleh admin Website/Blog.

Kedepada seluruh pengunjung sahabat Blogwalking Mastah dan Newbie diharapkan kepada para sobat pengunjung atau blongwalking yang sudah bersedia mampir, singah, berkunjung rumah sederhana ini, admin Suriyaaceh mengharapkan agar sudi kiranya membagikan sedikit Ilmu Pengetahuan, Masukan, atau berbentuk saran-saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan Website/Blog sederhana dimasa yang mendatang bagi admin Suriyaaceh sendiri.

Demikian juga dengan Para sahabat Pengunjung/Blogwalking Mastah dan Newbie semuanya, harapan admin dengan kehadirin Website/Blog sederhana ini sahabat dapat juga berpartisipasi untuk menambah daftar coleksi Artikel-artikel dengan cara menyumbangkan berupa Sedikit Data Gampong, Tulisan, Karya Akademis, Puisi, Opini, Pers Rilis, Info atau Cerpen dan Berita sekalipun.

Sumbangan Tulisan-tulisan tersebut dapat Para sahabat Pengunjung/Blogwalking Mastah dan Newbie bias dikirim melailui Via E-mail [email protected] guna untuk menambahkan daftar isi coleksi yang di publikasikan secara luas, sehinga mudah di akses oleh semua pihak dan memberikan sejuta manfaat yang cukup besar bagi semua kalangan lini penguna Internet Mastah dan Newbie.

Semoga situs sederhana ini berguna dan menjadi ajang silaturahmi, untuk tujuan saling bertukar informasi di antara kita semua tidak ada terkecualian “INDAHNYA JIKA KITA SALING BERBAGI” ilmu pengetahuan dan pengalamn.

Untuk mengetahui informasi selengkapnya, silahkan mengunjungi Website/Blog kami.

Salam Admin

Trending Topick Blog